Dampak Teknologi AI dalam Perang Melawan Terorisme Global
Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini memainkan peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam perang melawan terorisme global. Seiring dengan berkembangnya ancaman teroris yang semakin kompleks dan sulit dideteksi, AI hadir sebagai alat yang mampu meningkatkan intelijen, keamanan siber, analisis data, dan pencegahan ancaman secara lebih cepat dan efektif.
Bagaimana AI membantu aparat keamanan dan intelijen dalam memerangi terorisme? Apa dampak positif dan tantangan yang muncul dari penggunaan teknologi ini? Artikel ini akan membahas berbagai aspek dari peran AI dalam perang melawan terorisme global.
1. AI dalam Deteksi dan Pencegahan Ancaman Terorisme
Teknologi AI memiliki kemampuan untuk menganalisis data dalam jumlah besar secara real-time, membantu pemerintah dan lembaga keamanan dalam mengidentifikasi ancaman sebelum mereka terjadi.
1.1. Pengenalan Wajah dan Identifikasi Teroris
AI memungkinkan penggunaan facial recognition untuk mengidentifikasi individu yang dicurigai sebagai teroris dalam kerumunan. Dengan teknologi ini, sistem keamanan dapat:
✅ Menyaring wajah di bandara, stasiun, dan tempat umum lainnya
✅ Mengidentifikasi individu yang masuk dalam daftar pengawasan teroris
✅ Menghubungkan data dengan basis intelijen global untuk mendeteksi pergerakan tersangka
Teknologi ini telah digunakan di berbagai negara untuk mencegah serangan sebelum terjadi, terutama dalam acara besar atau lokasi yang berisiko tinggi.
1.2. Analisis Media Sosial dan Dark Web
Kelompok teroris sering menggunakan media sosial dan dark web untuk merekrut anggota, menyebarkan propaganda, atau merencanakan serangan. AI dapat:
✅ Menganalisis pola komunikasi yang mencurigakan
✅ Menemukan kata kunci terkait rencana serangan
✅ Memetakan jaringan teroris dengan teknik machine learning
Banyak lembaga intelijen global kini menggunakan AI untuk memantau aktivitas digital kelompok teroris, membantu dalam mendeteksi ancaman sebelum berkembang menjadi aksi nyata.
2. AI dalam Keamanan Siber untuk Melawan Serangan Teroris
Seiring dengan berkembangnya teknologi digital, serangan teroris tidak lagi hanya berupa serangan fisik, tetapi juga dalam bentuk cyberterrorism yang dapat menyerang infrastruktur vital suatu negara.
2.1. Deteksi Serangan Siber Secara Otomatis
AI dapat digunakan untuk mendeteksi dan mencegah serangan siber dengan lebih cepat dibandingkan sistem tradisional. Teknologi ini dapat:
✅ Mengidentifikasi pola serangan dalam sistem jaringan
✅ Memblokir upaya hacking terhadap sistem pemerintahan, bank, atau layanan publik
✅ Menggunakan deep learning untuk memahami ancaman siber terbaru
Beberapa negara telah menggunakan AI untuk melindungi infrastruktur strategis mereka dari serangan hacker yang terkait dengan kelompok teroris.
2.2. Perlindungan Infrastruktur Publik
Teroris sering menargetkan infrastruktur publik seperti jaringan listrik, sistem transportasi, dan layanan kesehatan untuk menimbulkan kekacauan. AI membantu dalam:
✅ Memantau sistem keamanan nasional 24/7
✅ Menggunakan predictive analytics untuk mencegah serangan
✅ Menemukan celah keamanan dalam jaringan sebelum dieksploitasi oleh kelompok teroris
Dengan bantuan AI, pemerintah dapat meningkatkan kesiapsiagaan terhadap serangan siber yang dapat melumpuhkan suatu negara.
3. Penggunaan Drone dan Robot AI dalam Operasi Anti-Terorisme
3.1. Drone AI untuk Pemantauan dan Serangan Presisi
Penggunaan drone AI dalam operasi militer telah berkembang pesat, memungkinkan pemantauan lokasi teroris tanpa membahayakan pasukan di lapangan. Keunggulan drone AI:
✅ Mampu terbang dalam misi pemantauan dengan waktu lebih lama
✅ Menggunakan AI untuk mengenali target potensial secara otomatis
✅ Dapat melakukan serangan presisi dengan meminimalkan korban sipil
Drone AI telah digunakan di berbagai operasi kontra-terorisme di Timur Tengah dan daerah konflik lainnya.
3.2. Robot AI dalam Operasi Penyergapan
Beberapa negara telah mengembangkan robot otonom yang dapat digunakan dalam penyergapan teroris. Robot ini dapat:
✅ Memasuki area berbahaya tanpa membahayakan pasukan
✅ Menggunakan AI untuk mengenali target dan menghindari ancaman
✅ Mengurangi risiko dalam operasi pembebasan sandera
Dengan adanya robot AI, operasi kontra-terorisme dapat dilakukan dengan lebih efisien dan aman bagi tim yang bertugas.
4. Tantangan dan Etika dalam Penggunaan AI untuk Anti-Terorisme
Meskipun AI membawa banyak manfaat dalam perang melawan terorisme, ada juga beberapa tantangan dan isu etika yang perlu diperhatikan:
4.1. Risiko Penyalahgunaan dan Privasi
✅ Pengenalan wajah dan pemantauan digital berpotensi melanggar privasi masyarakat umum.
✅ Ada risiko penyalahgunaan AI untuk menargetkan kelompok tertentu tanpa dasar yang jelas.
4.2. Keakuratan AI dan False Positives
✅ AI belum sempurna dan bisa membuat kesalahan dalam mengidentifikasi seseorang sebagai ancaman.
✅ False positive dapat menyebabkan seseorang yang tidak bersalah dituduh sebagai teroris.
4.3. Penggunaan AI oleh Kelompok Teroris
✅ AI juga bisa digunakan oleh kelompok teroris untuk melakukan serangan siber atau menyebarkan propaganda lebih cepat.
✅ Pemerintah dan perusahaan teknologi harus terus mengembangkan sistem pertahanan AI yang lebih canggih.
Kesimpulan: AI sebagai Senjata Ampuh dalam Melawan Terorisme
Teknologi AI telah membawa perubahan besar dalam strategi global untuk melawan terorisme. Dengan kemampuannya dalam analisis data, keamanan siber, drone otonom, dan pemantauan digital, AI memungkinkan aparat keamanan untuk bertindak lebih cepat dan akurat dalam mendeteksi serta mencegah ancaman.
Namun, penggunaan AI dalam perang melawan terorisme juga harus diimbangi dengan regulasi yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan bahwa teknologi ini tetap digunakan dengan etika yang benar.
Rangkuman Dampak AI dalam Perang Melawan Terorisme:
✅ Deteksi ancaman lebih cepat melalui analisis data dan pengenalan wajah
✅ Perlindungan keamanan siber dari serangan hacker yang menargetkan infrastruktur publik
✅ Penggunaan drone dan robot AI dalam operasi militer yang lebih aman dan efisien
✅ Tantangan dalam etika dan regulasi untuk menghindari penyalahgunaan teknologi
Seiring dengan terus berkembangnya teknologi, peran AI dalam perang melawan terorisme akan semakin besar. Dengan pemanfaatan yang tepat, AI dapat menjadi senjata utama dalam menciptakan dunia yang lebih aman dari ancaman teroris.
BACA JUGA: Penangkapan Terduga Teroris di Indonesia: Upaya Densus 88 Mengamankan Perayaan Natal dan Tahun Baru
Penangkapan Terduga Teroris di Indonesia: Upaya Densus 88 Mengamankan Perayaan Natal dan Tahun Baru
Pendahuluan
Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, keamanan menjadi perhatian utama di Indonesia. Dalam upaya mencegah potensi ancaman terorisme, Densus 88 Antiteror berhasil menangkap beberapa tersangka teroris di berbagai wilayah. Operasi ini dilakukan sebagai langkah proaktif untuk memastikan masyarakat dapat merayakan momen penting ini dengan aman dan nyaman.
Artikel ini akan mengulas detail tentang penangkapan terduga teroris, peran Densus 88, serta dampak operasi ini terhadap keamanan nasional dan kehidupan masyarakat.
1. Latar Belakang Penangkapan
a. Periode Liburan dan Ancaman Terorisme
Perayaan Natal dan Tahun Baru sering dianggap sebagai momen rawan oleh kelompok teroris karena tingginya konsentrasi massa di tempat-tempat ibadah, pusat perbelanjaan, dan tempat wisata. Kelompok radikal memanfaatkan momen ini untuk menarik perhatian melalui aksi-aksi kekerasan.
b. Peningkatan Pengawasan
Setiap tahun, menjelang periode liburan, aparat keamanan meningkatkan pengawasan terhadap potensi ancaman terorisme. Operasi ini mencakup patroli, intelijen, dan penangkapan target yang diduga terlibat dalam jaringan teroris.
2. Kronologi Penangkapan Terduga Teroris
Dalam beberapa minggu terakhir, Densus 88 Antiteror melakukan serangkaian operasi di berbagai wilayah di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, dan Kalimantan. Berikut adalah rincian beberapa penangkapan yang berhasil dilakukan:
a. Wilayah Jawa Barat
- Lokasi: Kabupaten Bandung.
- Hasil: Penangkapan tiga orang terduga teroris yang diduga terhubung dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Barang bukti seperti bahan peledak dan dokumen propaganda ditemukan di lokasi.
b. Wilayah Jawa Tengah
- Lokasi: Semarang dan Solo.
- Hasil: Dua orang ditangkap dengan dugaan rencana penyerangan terhadap rumah ibadah selama perayaan Natal.
c. Wilayah Sumatera
- Lokasi: Medan.
- Hasil: Densus 88 menangkap satu terduga teroris yang telah menjadi buronan selama beberapa bulan terakhir. Terduga diketahui memiliki hubungan dengan jaringan internasional.
3. Peran Densus 88 dalam Pencegahan Terorisme
Densus 88 Antiteror adalah unit khusus Polri yang dibentuk untuk menangani ancaman terorisme di Indonesia. Unit ini dikenal dengan kemampuan intelijen, strategi operasi, dan koordinasi yang canggih.
a. Pendekatan Intelijen
Densus 88 mengandalkan data intelijen yang dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk informan lapangan, pengawasan digital, dan kerja sama internasional.
b. Operasi Preventif
Penangkapan yang dilakukan Densus 88 bertujuan untuk mencegah aksi teror sebelum terjadi, meminimalkan risiko bagi masyarakat.
c. Pelibatan Teknologi
Penggunaan teknologi canggih seperti pemantauan media sosial dan analisis data membantu Densus 88 mengidentifikasi jaringan teroris dengan lebih cepat.
4. Barang Bukti yang Ditemukan
Dalam operasi penangkapan ini, Densus 88 berhasil menyita sejumlah barang bukti yang menunjukkan rencana aksi teror. Barang-barang tersebut meliputi:
- Bahan peledak rakitan.
- Senjata tajam dan senjata api.
- Dokumen terkait ideologi radikal.
- Alat komunikasi dan peta lokasi target.
5. Dampak Operasi Terhadap Keamanan Nasional
a. Meningkatkan Rasa Aman
Penangkapan terduga teroris ini memberikan rasa aman kepada masyarakat, terutama bagi umat Kristiani yang akan merayakan Natal.
b. Mengurangi Ancaman Langsung
Dengan menangkap individu-individu yang berpotensi melakukan aksi teror, Densus 88 mampu mencegah potensi serangan dan mengurangi ancaman langsung terhadap masyarakat.
c. Memperkuat Kepercayaan Masyarakat
Keberhasilan Densus 88 dalam operasi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi warganya, yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat keamanan.
6. Tantangan yang Dihadapi Densus 88
a. Adaptasi Strategi Teroris
Kelompok teroris terus mengembangkan strategi baru, termasuk penggunaan media sosial untuk merekrut anggota dan menyebarkan propaganda.
b. Jaringan yang Kompleks
Jaringan teroris sering kali bersifat tersembunyi, terfragmentasi, dan terhubung lintas negara, membuat identifikasi dan penangkapan menjadi lebih sulit.
c. Ancaman Lone Wolf
Aksi teror individu tanpa keterlibatan jaringan besar menjadi tantangan baru karena sulit dideteksi sebelumnya.
7. Peran Masyarakat dalam Mendukung Keamanan
a. Kewaspadaan
Masyarakat diminta untuk tetap waspada terhadap aktivitas mencurigakan di sekitar mereka, terutama menjelang perayaan besar.
b. Melaporkan ke Aparat
Segera laporkan ke pihak berwenang jika menemukan hal-hal mencurigakan, seperti aktivitas kelompok radikal atau penyebaran doktrin ekstremisme.
c. Pendidikan dan Kesadaran
Penting untuk terus mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme dan pentingnya hidup dalam harmoni.
8. Harapan untuk Masa Depan
Keberhasilan Densus 88 dalam penangkapan ini memberikan harapan bahwa ancaman terorisme dapat terus diminimalkan. Dengan kerja sama yang erat antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang aman bagi semua warganya.
Kesimpulan
Penangkapan terduga teroris oleh Densus 88 menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru adalah langkah strategis untuk memastikan keamanan nasional. Dengan pendekatan intelijen, operasi preventif, dan dukungan teknologi, Densus 88 mampu mencegah ancaman yang dapat merusak stabilitas dan kenyamanan masyarakat.
Meskipun tantangan dalam melawan terorisme tetap ada, kerja sama antara aparat dan masyarakat menjadi kunci dalam menciptakan Indonesia yang damai dan aman. Mari kita terus mendukung upaya ini demi masa depan yang lebih baik bagi semua.
BACA JUGA : Bagaimana Organisasi Teroris Dibiayai?
Bagaimana Organisasi Teroris Dibiayai?

Atlantik baru-baru ini menerbitkan sebuah artikel tentang bagaimana semua yang tersisa ISIS hari ini adalah uang – dan banyak darinya.
Bagaimana kelompok teroris memperoleh begitu banyak uang? Secara tradisional, kelompok menerima dana dari individu atau negara kaya yang mensponsori terorisme.
Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, organisasi teroris menjadi sangat tergantung pada diri mereka sendiri melalui perpajakan, bisnis ilegal, dan penculikan untuk tebusan.
Sumbangan dan Terorisme yang Disponsori Negara
Al-Qaeda adalah contoh kelompok yang didanai melalui sumbangan individu.
Al-Qaeda awalnya dibiayai oleh Osama bin Laden, yang memasok uang dan senjata menggunakan kekayaan keluarga yang diperoleh dari perusahaan konstruksi bernilai jutaan dolar milik ayahnya.
Pada 1990-an tercatat, Bin Laden ” mengandalkan ikatan dengan orang-orang kaya Saudi yang telah ia bangun selama perang Afghanistan pada 1980-an.”
Berbagai negara juga telah mendukung kelompok-kelompok teroris selama bertahun-tahun. Iran dipandang sebagai pemimpin terorisme yang disponsori negara.
Negara ini bertindak sejauh untuk membantu ” menciptakan kelompok teroris Hizbullah di Libanon pada awal 1980-an untuk memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut.”
Pakistan dan Arab Saudi juga telah memasok uang ke organisasi teroris.
Sebuah laporan NATO 2012 menjelaskan bahwa dukungan dan pelatihan dari Inter-Services Intelligence Pakistan adalah “penting untuk kelangsungan hidup dan kebangkitan kembali Taliban setelah 2001 sama pentingnya dengan penaklukannya atas Afghanistan pada 1990-an.”
Demikian pula, pada awal 2000-an, ” Arab Saudi menjadi sumber pendanaan pribadi untuk Taliban” dan “memberikan ratusan juta dolar kepada Hamas.”
Saat ini, sumbangan masih membantu organisasi teroris, tetapi pada tingkat yang jauh lebih kecil daripada yang mereka lakukan satu dekade lalu.
Kelompok-kelompok teroris telah menjadi lebih mandiri, dan sebagai imbalannya telah melihat keuntungan mereka berkembang sangat besar.
Pemerasan dan Perpajakan
Ada beberapa cara organisasi teroris mengumpulkan uang di daerah yang mereka kendalikan.
ISIS mengenakan pajak berbagai kegiatan , termasuk menggunakan jalan, merokok, dan menghadiri sekolah.
The Taliban mengenakan pajak tagihan listrik, gaji, upacara pernikahan, dan panen.
Perpajakan sangat menguntungkan. Tercatat pada tahun 2015, ISIS menghasilkan sekitar $ 360 juta dari perpajakan dan pemerasan saja.
Pada satu titik, Al-Shabaab menghasilkan hampir $ 100 juta per tahun hanya dari pajak, biaya, dan pemerasan.
Beberapa kelompok bahkan menarik orang untuk tidak bergabung. Bahkan, “beberapa warga Afghanistan dilaporkan telah dipaksa untuk membayar $ 1.000 kepada Taliban karena menolak untuk bergabung.”
Dengan demikian, kelompok-kelompok ini telah berhasil memperluas keanggotaan mereka serta pendanaan mereka.
Banyak kelompok teroris juga mengenakan pajak perlindungan.
Dalam bentuknya yang paling ekstrem, ” Gubernur beberapa negara Nigeria konon telah membayar biaya bulanan Boko Haram untuk menghindari serangan.”
Taliban juga menuntut, menawarkan perlindungan dengan imbalan sejumlah besar uang. ” Pajak teror ” ini bukan pilihan – jika ditolak, Taliban dapat membunuh Anda atau keluarga Anda.
Bisnis Tidak Sah
Pada 2015, ISIS mendatangkan sekitar $ 500 juta dari minyak dan gas.
ISIS menguasai sumur minyak dan kilang di Irak dan Suriah, dan pada puncaknya menghasilkan 50.000 barel per hari.
Karena sanksi internasional mencegah ISIS untuk menjual minyak secara legal, sebagian besar dijual secara ilegal di Turki, di mana harganya sangat mahal.
Sebagian melalui bisnis ini ISIS mampu menjadi sangat kaya.
Kelompok juga menggunakan perdagangan narkoba untuk membiayai kegiatan mereka.
Diperkirakan bahwa pada 2014/2015, ISIS ” menghasilkan hingga $ 1 miliar setiap tahun dari heroin Afghanistan yang diperdagangkan melalui wilayahnya.”
Taliban juga telah memperoleh banyak dana dari perdagangan heroin dan memproduksi ganja.
Pada tahun 2017, militer AS memperkirakan bahwa 60% (sekitar $ 200 juta ) dari anggaran Taliban berasal dari perdagangan narkoba.
Penculikan untuk tebusan
Boko Haram telah mempekerjakan penculikan untuk tebusan terhadap anak-anak sekolah, turis, dan orang-orang kaya.
Tebusan Boko Haram berkisar antara $ 10 dan $ 3 juta. ISIS menerima jutaan lebih dari penculikan jurnalis dan turis Barat.
Meskipun beberapa negara menolak untuk bernegosiasi dengan teroris, yang lain, termasuk Perancis, Italia, dan Spanyol, akan membayar.
Garis bawah
Individu dan negara masih mendukung kelompok dengan menyediakan senjata, pelatihan, dan peralatan, tetapi organisasi teroris saat ini menjadi semakin mandiri dan kaya.
Mereka juga merebut dan mengendalikan wilayah, yang memungkinkan mereka untuk memperluas operasi mereka.
Memajaki orang-orang di wilayah yang diatur ini, terlibat dalam bisnis ilegal, dan menculik untuk tebusan telah memberi miliaran dolar kepada kelompok teroris.
Keragaman dana di wilayah yang luas membuatnya sangat menantang untuk memerangi.
Dan ketika kelompok mendapatkan keuntungan yang lebih besar, ada insentif untuk tetap atau bergabung.
Sangat penting bagi kita untuk menyadari di mana teroris mengumpulkan begitu banyak dukungan finansial, sehingga kita dapat lebih memfokuskan sumber daya kita untuk memotongnya.
Lagi pula, sebuah kelompok tidak dapat berkembang dan melakukan kegiatan jika tidak dapat membayar anggota untuk bertahan.
Bagaimana Teroris di Norwegia Cocok dengan Rencana Allah?
Pada pandangan pertama, tampaknya tidak ada alasan rasional mengapa Norwegia akan terkena serangan teroris. Lagi pula, Norwegia telah melakukan semua yang dia bisa untuk menghindari serangan semacam ini. Ia tetap bebas dari konflik selama hampir 200 tahun, termasuk menjaga netralitasnya di kedua Perang Dunia. Mewakili status kedamaiannya, Norwegia adalah rumah bagi Kesepakatan Damai Oslo antara Israel dan Palestina; dan negara itu tampak sangat damai sehingga dipatroli oleh polisi yang tidak bersenjata.
Meskipun Norwegia telah lama menjadi pemimpin perdamaian dunia dan, karenanya, tampak kebal dari serangan teroris (toh, teroris apa yang akan menyerang negara perdamaian?), Negara ini sekarang sedang berduka atas 98 korbannya dari serangan teroris sepuluh hari yang lalu . Pesan yang jelas bahwa hasil dari serangan ini adalah bahwa tidak ada negara yang kebal dari terorisme sekarang. Bahkan negara-negara yang damai, yang berusaha menghindari konflik, rentan terhadap serangan teroris.
Tetapi apakah itu sebabnya Tuhan membiarkan serangan ini terjadi di Norwegia? Apakah serangan teroris ini hanya terjadi karena Tuhan menginginkan itu menjadi pesan?
Jawaban yang jelas dan masuk akal untuk pertanyaan-pertanyaan itu adalah “tidak”. Jika itu sebabnya Tuhan membiarkan serangan itu terjadi di Norwegia yang damai, maka kita dibiarkan dengan Tuhan yang tampaknya tidak memiliki banyak tujuan. Tampaknya ada alasan lain mengapa Allah mengizinkan tindakan mengerikan ini terjadi. Dan meskipun jalan Tuhan jauh lebih tinggi dari cara kita, masih, dalam konteks waktu di mana kita hidup, kita dapat memperoleh setidaknya dua kemungkinan untuk serangan ini.
Jadi, konteks apa itu? Dalam mengamati begitu banyak peristiwa yang selaras dengan nubuatan Alkitab akhir zaman, tampaknya serangan-serangan ini dapat masuk ke dalam konteks apokaliptik. Dengan kata lain, mereka mungkin memiliki koneksi dengan penyelarasan akhir zaman.
Mungkinkah Tuhan menggunakan serangan ini untuk menyatukan seluruh dunia melawan terorisme? Ini adalah kemungkinan yang sangat nyata. Lagi pula, nubuatan Alkitab menunjukkan bahwa dalam waktu dekat, dunia akan bersatu dalam menyatakan “perdamaian dan keamanan” ketika terorisme tampaknya telah dikalahkan dan perjanjian damai dengan Israel ditandatangani. Jadi, tampaknya ada indikasi yang jelas bahwa, sebelum deklarasi itu, seluruh dunia akan disatukan melawan terorisme.
Apa cara yang lebih baik untuk menyatukan negara-negara melawan terorisme selain dari memiliki negara yang tampaknya telah dicontohkan pengalaman damai serangan teroris? Karena semua orang tampaknya mengakui bahwa Norwegia tidak melakukan apa pun yang pantas menerima serangan-serangan itu, rasa yang lebih tinggi diciptakan bahwa tidak ada yang kebal dari terorisme dan, oleh karena itu, terorisme harus dikalahkan. Ini saja tampaknya berperan dalam penyelarasan ramalan akhir zaman.
Tetapi bagaimana jika Norwegia tidak sesugu yang kita bayangkan? Bagaimana jika, di mata Tuhan, ada beberapa manfaat untuk serangan di pihak Norwegia ini? Jadi, apa yang kita katakan?
Menurut Alan Dershowitz, yang menulis di Hudson-Institute New York, banyak orang Norwegia membenarkan terorisme terhadap Israel. Faktanya, Dershowitz menyatakan bahwa “ada banyak orang Norwegia yang tidak hanya membenarkan serangan teroris terhadap Israel, tetapi juga memuji mereka, mendukung mereka, membantu membiayai mereka, dan melegitimasi mereka.”
Seburuk tuduhan itu, mengapa Tuhan memilih untuk membiarkan serangan teroris di Norwegia, bahkan jika itu benar? Dia mungkin membiarkan terorisme untuk memenuhi peringatan-Nya atas Kejadian 12: 3, di mana Dia menyatakan bahwa Dia akan membawa masalah pada mereka yang membawa masalah pada Israel.
Tentu saja, “banyak” tidak menunjukkan “semua”; tetapi, secara historis, Allah telah mendatangkan kesulitan bagi bangsa-bangsa yang para pemimpinnya telah menimbulkan masalah bagi Israel. Hanya karena “banyak” orang Norwegia membawa masalah pada bangsa Yahudi, tidak berarti bahwa kepemimpinannya bersalah atas hal ini; Namun, itu membuatnya jauh lebih mungkin. Biasanya, para pemimpin terombang-ambing untuk membeli filosofi konstituen mereka jika filosofi-filosofi itu cukup dipegang oleh mereka.
Baca juga : 10 Organisasi Teroris Paling Berbahaya Di Dunia
Jadi, meskipun mungkin ada alasan lain bagi Allah untuk mengizinkan serangan teroris ini ke Norwegia, satu alasan mungkin adalah kemungkinan bahwa Allah menggunakan Norwegia sebagai korban “tidak bersalah” untuk mempersiapkan dunia bagi “kekalahan” terorisme dan pengumuman dramatis yang akan datang. “perdamaian dan keamanan” oleh para pemimpin dunia. Kemungkinan lain adalah kemungkinan bahwa serangan itu merupakan penggenapan sebagian dari Kejadian 12: 3. Seperti yang ditunjukkan Alkitab kepada kita, Allah, yang mengendalikan semua hal, adalah Allah yang memiliki tujuan; dengan demikian, segala sesuatu – termasuk serangan teroris ke Norwegia – memiliki tujuan dalam rencana-Nya.
Bagaimana Penyerangan Teroris Muslim Di Paris Akan Berpengaruh Ke Imigrasi
Malam Jumat, November 13, 2015, teroris menyerang penduduk Paris, dan juta kebencian dan luka-luka kekerasan kekerasan acak Perancis, tapi siapa yang tahu apa yang bisa terjadi kapan saja di mana saja diserang. serangan teroris, di mana skala besar Muslim di dunia baru-baru ini terbang pesawat Rusia di langit di Semenanjung Sinai di Mesir, menewaskan semua 224 penumpang dan awak, dan secara terbuka berkomitmen untuk memperluas barat sesegera mungkin, pedesaan liar global yang mereka Khilafah. Paris adalah serangan besar pertama sejak ISIS adalah di luar batas dari strategi di Timur Tengah dan jihad global yang baru tampaknya menyiratkan kuat seperti yang diterima oleh salah satu reporter berita.
Saksi mata mengatakan mereka menghadiri konser dari Amerika Band Eagles dari Death Metal di salah satu musik populer yang paling di Paris, Bataclan, ketika tiba-tiba empat orang yang menggunakan senapan serbu Ak- 47 menyerbu ke dalam ruangan. Mereka berteriak “Allahu Akbar” sebelum menembak, dan dua puluh menit kemudian, ada pembantaian. Satu korban digambarkan sebagai “mengerikan sepuluh menit” dan lain mengatakan penyerang berteriak “Ini untuk Suriah! “Yang lain telah mendengar sebagai” Apa yang kau lakukan di Suriah, Anda membayar sekarang! “
Pada saat itu, ketika berita pemogokan menyebar kematian melalui media sosial yang diprakarsai oleh orang-orang di aula konser Bataclan – dan di garis bidik – tertegun Paris. Tepat sebelum dua puluh menit di stadion sepak bola di utara kota mana Perancis dan Jerman untuk bermain game – dengan Presiden Perancis datang – serangan bom ketika mereka menyerang setidaknya dua kali instalasi di udara segar. Tak lama setelah dan sebelum Bataclan, beberapa restoran dan toko-toko di pusat kota Paris memutih dan mati.
Berbicara ke Prancis dan dunia pada umumnya dari Istana Elysee Jumat malam, Presiden Prancis Francois Hollande mengatakan, “telah menyatakan perang terhadap Perancis! “Dan yang disebut serangan teroris,” … bertindak dari perang yang dilakukan oleh tentara teroris, tentara jihad, Daesh (ISIS), melawan Prancis sedang mempersiapkan … bertindak perang, terorganisir dan direncanakan di luar negeri … jawabannya saya ucapkan terima kasih “.
Perang ini tidak dianggap sebagai perang dunia ketiga, tetapi di seluruh dunia. Ini tidak mengejutkan blitzkrieg mulai serangan besar-besaran Minggu pagi oleh angkatan laut kami terbesar Jerman atau Jepang dan paling maju di Samudra Pasifik, Pearl Harbor – Presiden Franklin Roosevelt sebagai “hari keburukan”. “Tapi,” Perang Dunia III “jika kita memilih untuk menandai apa yang terjadi dalam dua puluh tahun terakhir ini, dimulai dengan A-Qaeda dan ekstremis Muslim radikal semakin sekarang, ISIS. Bukan garis depan, bukan pasukan tempur di Eropa pantai atau Kepulauan Pasifik, ada sebuah bom atom atau kamp-kamp pemusnahan Yahudi, tetapi merupakan kampanye global untuk ideologi ekstremis kekuasaan Islam, Kristen dan Yahudi, tetapi juga ditandai dengan strategi jangka panjang yang berbeda untuk fokus pada perbaikan cepat dalam kesepakatan jangka pendek.
Sebuah perang yang lebih luas pada Jumat malam di bulan November, dengan apa yang tampaknya menjadi delapan fan, dihadiri oleh sejumlah dukungan logistik di wilayah – yang tampaknya menjadi dekat dengan Belgia – mungkin telah dilatih dan dilengkapi oleh ISIS di Irak Suriah.
Tindakan serangan berbahaya, disinkronisasi dan dikoordinasikan dengan hanya menggunakan AK-47 dan granat tangan senjata, melumpuhkan seluruh bangsa, negara akan memiliki hingga batas tertentu untuk jangka waktu yang lama. Semua pelaku bom bunuh diri dimanipulasi tubuh mereka, napas kuat berpakaian mengandung TATP menunjukkan keterlibatan yang kuat dari sponsor, pelatih dan provokatif. Delapan tujuan yang jelas untuk mati bagi ISIS. Meskipun jumlahnya kecil, mereka mengorbankan serangan menewaskan sedikitnya 129 warga sipil tak berdosa dan melukai lebih dari 350, hampir 100 kritis. Mereka yang meninggal adalah orang-orang biasa seperti Anda dan saya, yaitu, sampai kematiannya, untuk menikmati makan malam pada hari Jumat di sebuah restoran, menghadiri konser dan toko-toko di Paris.
Perang ini terus menggunakan salah satu senjata tertua yang dikenal manusia melawan terorisme. Tujuan dari serangan mereka di kota Perancis tidak membunuh jiwa-jiwa yang dalam banyak senjata mereka – dianggap jaminan kerusakan yang tidak dapat dihindari, tetapi penting untuk hasil akhir yang diinginkan – atau memaksakan gedung yang indah dan sangat tinggi dalam kasus World Trade Center di New York atau penghancuran harta nasional seperti Menara Eiffel. Tujuan dari teroris adalah untuk menciptakan melumpuhkan panik, disorientasi dan kekacauan ketakutan melumpuhkan jika bangsa dan warganya untuk waktu yang lama dengan sedikit usaha.
Dapatkah Anda membayangkan hidup di Paris pada saat ini, terutama setelah serangan brutal di surat kabar pada bulan Januari tahun ini? Serangan itu adalah balas dendam untuk koran terus mempublikasikan gambar palsu yang dianggap anti-Muslim Nabi Muhammad. Banyak dari mereka percaya bahwa insiden itu bukan ancaman tunggal. Ini bukan bagaimana biadanya serangan terlepas teroris. Jumat adalah.
Ketakutan adalah di udara dari Paris sebagai kabut pesisir. Orang panik, kehidupan setiap orang mungkin telah berubah selamanya, dan ketidakpastian dan kecurigaan yang dapat mengganggu interaksi sosial mempengaruhi semua orang. Ketenangan adalah korban dari serangan ini pasti seperti hidup itu sendiri.
Dampak psikologis dari serangan teroris di luar kerusakan fisik – bahkan memungkinkan untuk kematian banyak orang. restoran Perancis, emosional dan mental, sebagai individu dan sebagai bangsa, yang akan memakan waktu beberapa tahun, sehingga – jika pernah. Ini adalah kejahatan terorisme bagi negara (Korea) atau kelompok ekstremis radikal (ISIS) – hadiah yang besar untuk usaha kecil. Oleh ekstrimis Muslim sangat berharga dan bukan sesuatu yang kita ambil untuk diberikan dalam budaya kita. Fakta bahwa para penyerang tewas – tujuh di antaranya hancur secara otomatis dengan mengaktifkan bom yang ditempatkan di tubuhnya – tidak penting untuk tujuan jangka panjang untuk mendirikan sebuah kekhalifahan global yang Islam radikal untuk memerintah dunia di bawah Islam. hukum dan agama.
Artikel terkat : Bagaimana Kita Menghentikan Terorisme?
10 Organisasi Teroris Paling Berbahaya Di Dunia
Sejak tahun 2000, telah terjadi peningkatan lima kali lipat jumlah orang yang terbunuh oleh terorisme. Meskipun ada sedikit penurunan dari tahun 2007, jumlahnya telah meningkat sejak awal perang saudara di Suriah.
jaringan teroris mungkin bertahun-tahun sebelum serangan utama yang membuat mereka menyebarkan nama. Banyak organisasi yang terlibat dalam dunia yang gelap ini, dan kelompok paling berbahaya mungkin adalah yang belum kita dengar.
Berikut 11 kelompok teroris yang dikutip oleh The Star, Januari 2015:
1. Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS)
Didirikan oleh Abu Bakar al-Baghdadi, kontrol Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS) sebagian besar Irak dan Suriah di bawah kendalinya. Juga dikenal sebagai Negara Islam di Suriah dan Levant (ISIL), Negara Islam (IS) atau Daesh, yang dianggap penghinaan. ISIS melakukan kekejaman yang meluas dan melembaga atas penafsiran brutal hukum Islam di wilayah tersebut, termasuk lusinan kota di seluruh Irak dan Suriah.
2. Al Qaeda
Al Qaeda diciptakan pada tahun 1988 oleh Osama bin Laden, yang terbunuh pada tahun 2011 selama operasi oleh Angkatan Laut AS. Kelompok ini diburu setelah 11 September 2001, tetapi dia dipukuli tahun lalu oleh ISIS.
Sejak kematian Osama bin Laden, jaringan ini dipimpin oleh Ayman al-Zawahiri dari Mesir. Meskipun ia tampaknya telah kehilangan ‘kilau’ belakangan ini, banyak kelompok dalam daftar ini berafiliasi dengan Al Qaeda.
ISIS sendiri awalnya adalah bagian dari jaringan sebelum secara resmi dihapus dari awal Al Qaeda tahun lalu karena terlalu brutal.
3. Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP)
Dibentuk pada tahun 2006 oleh penggabungan sayap Yaman dan Saudi al Qaeda, al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP), juga dikenal sebagai al-Qaeda di Yaman. dianggap sebagai salah satu cabang al-Qaeda yang paling berbahaya.
Dua bersaudara dalam serangan Charlie Hebdo di Paris pada 7 Januari dibentuk oleh kelompok ini. Saat melakukan serangan terhadap Barat, kelompok ini juga berhasil memasuki wilayah di Yaman, dan melatih para pejuang melawan kelompok-kelompok ekstremis di Suriah dan Irak.
4. Taliban
Taliban di Afghanistan didirikan pada tahun 1994 di bawah kepemimpinan Mullah Mohammed Omar, yang juga merupakan komandan dan pemimpin spiritual. Tujuan utama organisasi ini adalah untuk mendirikan negara Islam di Afghanistan. Kelompok ini memerintah Afghanistan pada tahun 1996-2001 dan telah memberlakukan hukum Syariah yang ketat.
Kelompok ini digulingkan oleh aksi militer Amerika Serikat setelah 11 September 2001. Ketika Amerika Serikat menarik pasukannya dari Afghanistan, Taliban Afghanistan telah membuat kemajuan di negara ini.
5. Taliban Pakistan
Desember lalu, Taliban Pakistan, juga disebut Pakistan Tehrik-e-Taliban (TTP), menyerbu Sekolah Umum Angkatan Darat di kota barat laut Peshawar minggu, menewaskan 148 orang – termasuk 132 anak-anak – dalam serangan teroris yang paling mematikan di negara itu. .
Kelompok ini juga berada di belakang penembakan Hadiah Nobel Perdamaian Malala Yousafzai. Operasi wilayah kesukuan semi-otonom di Pakistan barat laut dekat perbatasan Afghanistan. Pemimpin saat ini adalah Maulana Fazlullah.
6. Sebelum Al-Nusra
Al-Nusra depan atau pembela Suriah sebelum orang kadang-kadang dikenal sebagai Al Qaeda di Suriah.
Mengumumkan kehadirannya dengan video yang diposting pada tahun 2012, dan untuk menggantikan rezim Presiden Bashar al-Assad dengan negara Islam.
“Kami adalah Mujahidin Suriah, yang kembali dari berbagai bidang jihad untuk mengembalikan pemerintahan Allah di bumi dan membalas Suriah karena melanggar kehormatan mereka dan menumpahkan darah,” kata seorang pria bertopeng dalam video itu.
Kelompok ini secara aktif terlibat dalam mendukung pemberontak Suriah dan menargetkan serangan afiliasi pemerintah Suriah yang ditunjuk sebagai organisasi teroris oleh Barat, Arab Saudi, Turki dan Uni Emirat Arab.
7. Boko Haram
Boko Haram berupaya untuk memberlakukan ‘cara-cara sulit’ hukum Islandia di Nigeria.
Namanya berarti “Pendidikan Barat adalah dosa” dan kelompok itu melarang Muslim untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang terkait dengan komunitas Barat, termasuk memilih dalam pemilihan, mengenakan baju dan celana panjang atau menerima pendidikan sekuler.
Pada Januari 2015, mereka memulai pembantaian mematikan di Baga, sebuah kota di timur laut Nigeria. Sebanyak 2.000 orang tewas, menurut Amnesty International.
Tahun lalu, Boko Haram menculik ratusan siswa, termasuk lebih dari 200 anak yang tidak sekolah. Kelompok itu melaporkan bahwa wanita dan gadis kuno sebagai ‘bom manusia dalam serangan itu.
Boko Haram menguasai sekitar 20.000 mil persegi wilayah di timur laut Nigeria, Telegraph melaporkan pada Januari.
Baca juga : Bagaimana Kita Menghentikan Terorisme?
8. JI (JI) dan kelompok sempalan
Jemaah Islamiyah (JI) adalah cabang dari A the Qaeda di Asia Tenggara, dan bertanggung jawab atas pemboman Bali tahun 2002 di mana 202 orang meninggal.
Berbasis di Indonesia dan didirikan pada awal 1990 dengan tujuan mendirikan kekhalifahan di wilayah tersebut.
Banyak tokoh kunci seperti pemimpin spiritual Abu Bakar Bashir, pembuat bom Bali Umar Patek dan para pemimpin di Singapura, Mas Selamat telah ditangkap.
Jaringan ini hancur sejak 2002, tetapi masih ada beberapa serangan yang dikaitkan dengan mereka tahun lalu.
JI telah menjadi kelompok sempalan seperti Jemaah Ansharut Tauhid (JAT). Tahun lalu, otoritas keamanan Malaysia mengidentifikasi empat kelompok teroris baru, yang dikenal dengan akronimnya BKAW, BAJ, Dimzia dan ADI. Sebagian besar dari mereka telah berjanji untuk setia kepada ISIS.
9. Abu Sayyaf
Abu Sayyaf, geng kriminal yang beroperasi di Sulu, sering menculik penyelamatan di sepanjang pantai Sabah dan perairan sekitarnya.
Didirikan pada 1990-an dengan uang dari A the Qaeda, kelompok yang berbasis di pulau Basilan dan Sulu, telah dituduh melakukan serangan teror terburuk dalam sejarah Filipina, termasuk pemboman besar-besaran dan penculikan serta orang Kristen asing.
Kelompok ini telah lama memiliki hubungan dengan A Qaeda dan baru-baru ini berjanji untuk ISIS.
10. Lashkar-e-Taiba
Kelompok militan Pakistan Lashkar-e-Taiba (LET), yang bertanggung jawab atas serangan di Bombay pada 2008 di mana 166 orang tewas.
Sejak serangan itu, tentara telah menjadi organisasi lain, Jamaat-ud-Dawa (JUD) sebagai organisasi besar. Jud mengaku ke badan amal kemanusiaan, dan terus beroperasi secara terbuka di Pakistan.
Jurnalis Pakistan Arif Jamal memiliki pandangan berbeda. Dia mengatakan Jud adalah organisasi pusat, dan memiliki sel yang ditemukan tidak hanya di Asia Selatan tetapi di seluruh dunia. “Biarkan salah satu cabang, yang bertanggung jawab atas jihad di India,” katanya dalam sebuah wawancara dengan majalah Kebijakan Luar Negeri tahun lalu.
Metode Mencegah Terorisme Dari Permukiman Kumuh Megacity
International terrorists in a megacity slum could threaten any city, anywhere in the world, It is vital to prevent this happening.
A megacity is a metropolitan area with a total population in excess of ten million people.
The largest megacity today is the Tokyo-Yokohama metro area, Japan, home to 37 million people, followed by the Indonesian capital, Jakarta (28 million), Seoul-Incheon, S Korea (25 million), Shanghai, China (23 million), Delhi, India (22 million) and Manila, Philippines (12 million).
By 2025 Asia alone will have at least 10 mega cities, including Mumbai, India (33 million), Shanghai, China (27 million), Karachi, Pakistan (27 million),and Dhaka, Bangladesh (26 million)..
Megacity slums, along with mega cities, are growing at a frenetic rate.
Slums are defined by the United Nations as run-down areas of a city characterized by substandard housing, squalor, and the absence of tenure security.
One billion people worldwide are estimated to live in slums today, and this number is projected to increase to 2 billion by 2030! Most slums are lawless, lacking in sanitation services,clean water supplies, reliable electricity, and other basic services.
Slums are called by various names: ‘squatter settlements.’ ‘favelos,’ ‘informal settlements.’ ‘shanty towns;’ and ‘bustees.’ to name a few. But the names do not change their intollerable living conditions.
Reliable estimates of slum populations in individual mega cities are difficult to establish so the following numbers are approximations: Mumbai, India, 11 million, Jakarta, Indonesia 7 million, Cairo, Egypt, 7 million, Dhaka, India 6 million, Sao Paulo, Brazil, 5 million, Mexico City, Mexico, 4 million., Manilla, Philippines, 4 million.
These slum populations, often warehoused within a stone’s throw of wealthy, gated-neighborhoods protected by armed guards, could easily become frustrated and revolt.
Keep in mind that mega cities in the developing world find it difficult to provide security for their citizens. And it will be even more difficult for the authorities to prevent terrorists establishing themselves in slum neighborhoods.
Moreover, criminal gangs in slum neighborhoods are challenging their governments for control. International terrorists are likely to find ways of cooperating with these gangs.
The consequences could be fatal for cities everywhere if terrorists are able to set up in these slums.
Terrorists will be able to attack and pick apart the networks that every city is dependent on for communications, electricity, transportation, water and other essential services.
Terrorists embedded in megacity slums will also obtain access to biological weapons sometime in the near future. And that could be a game-changer.
The outcome is not yet clear. But preventing terrorists from gaining a foothold in megacity slums will be an issue of international concern over the coming years.Here are some preliminary thoughts on preventive measures:
Establish mechanisms for publishing feeedback on what is happening in slums in mega cities.
Encourage inter-governmental cooperation to prevent international terrorists setting up shop in these slums.
Foster research on how mega cities and their slums function, as well as how to prevent megacity slums being used by international terrorists
Coordinate with slum residents to identify and outlaw international terrorists in their midst.
If we do not take action now we could wake up one morning, turn on our computers or televisions and learn that terrorists in a far away megacity have disrupted the power infrastructure of a major city in Western Europe, Asia or Africa- assuming our power has not been disrupted too!
What can we do to prevent international terrorists from embedding themselves in megacity slums? Please let me know what you think.
Bagaimana Kita Menghentikan Terorisme?
Terorisme biasanya didefinisikan sebagai, “Seseorang atau organisasi yang menggunakan kekuatan yang tidak sah terhadap individu dan pemerintah untuk kepentingan politik.” Saya pikir ini adalah definisi yang sangat akurat tentang apa itu terorisme. Kita semua dapat sepakat bahwa mereka yang akan menghancurkan kehidupan orang tak berdosa untuk mencapai tujuan apa pun adalah prospek yang sangat tidak wajar. Kehidupan manusia adalah komoditas yang tidak dapat direproduksi atau dibangun kembali setelah hilang, setidaknya tidak dalam arti individual.
Setelah serangan 11 September, menjadi sangat penting bahwa metode keamanan lebih lanjut diperlukan untuk menyingkirkan dan menghindari potensi serangan terhadap tanah air kita. Mereka yang akan menyangkal fakta bahwa terorisme adalah hal yang nyata tidak hidup dalam kenyataan. Yang benar adalah, ada orang sakit jiwa yang hidup di dunia kita yang tidak menghargai kehidupan manusia dan akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk memuaskan dan memenuhi nubuat mereka sendiri yang berasal dari realitas fantasi yang didorong oleh paranoid yang dikenakan pada orang tak berdosa dengan kekerasan. Orang-orang ini tentu perlu dihentikan. Bom Kota Oklahoma, Bom Boston, dan serangan kendaraan di Paris semuanya merupakan serangan teroris yang tidak berdasar yang melibatkan pembunuhan orang-orang tak berdosa untuk mencapai tujuan politik.
Namun, ada sisi lain dari terorisme atau harus saya katakan, “Kontra-Terorisme” yang perlu ditangani. Jika kita menerapkan standar terorisme hari ini dengan apa yang dilakukan para pendiri pada 1700-an, mereka secara teknis dapat dianggap “teroris”. Mereka menggunakan kekuatan yang tidak sah terhadap pemerintah Inggris dan mereka yang setia pada mahkota. Koloni menggunakan kekerasan, menolak untuk membayar pajak yang diamanatkan, dan sering menggunakan bahasa yang mengancam terhadap pemerintah Inggris. Pada akhirnya, pemerintah Inggris digulingkan dan penjajah Amerika membentuk bentuk pemerintahan baru yang pada akhirnya akan dikenal sebagai Amerika Serikat.
Kita harus ingat bahwa semua yang dilakukan Hitler dan Joseph Stalin sepenuhnya legal dan dianggap sebagai penggunaan kekuatan yang sah berdasarkan hukum Jerman dan Rusia. Terorisme dapat didefinisikan sebagai versi ekstrim dari kegiatan anti-pemerintah sedangkan Totalitarianisme dapat didefinisikan sebagai versi ekstrim dari pemerintahan terhadap rakyatnya. Jika kita melihat file-file FBI, para aktivis seperti Martin Luther King Jr dan Malcolm X yang dulunya dianggap sebagai teroris potensial dan terus-menerus diselidiki. Ironisnya, mantan Presiden Ronald Reagan pernah menyebut Taliban sebagai “Pejuang Kemerdekaan”, ketika mereka menentang Soviet.
Sayangnya, Penanggulangan Terorisme jelas merupakan sesuatu yang kita butuhkan. Kelompok-kelompok seperti Abu-Sayef, Ku Klux Klan dan Al-Shabaaz tidak akan mendatangkan sesuatu yang baik atau “revolusioner” kepada rakyatnya jika dibiarkan. Namun, kita harus bertanya pada diri sendiri apakah pemerintahan totaliter yang berlaku di Timur Tengah dan di tempat lain merupakan alternatif yang layak untuk terorisme ini? Dalam beberapa kasus, rezim teroris tidak lebih buruk dari rezim totaliter, meninggalkan warga sipil dalam kesulitan. Kita harus mengajukan pertanyaan: Apa yang memunculkan jenis-jenis kelompok kekerasan dan / atau pemerintah ini dan bagaimana kita dapat menggunakan kombinasi diplomasi damai dan / atau metode terakhir dari kekuatan resmi untuk menghancurkan jenis organisasi ini?
Sebagai masyarakat, kita harus sangat berhati-hati dengan istilah “teroris”. Pada satu titik dalam sejarah kita, seorang komunis yang memproklamirkan diri dianggap sebagai musuh negara di AS dan tidak diizinkan mendaftar sebagai pemilih. Sekarang, kita memiliki mereka yang secara terbuka mencalonkan diri sebagai kandidat politik di bawah ideologi berbahaya ini. Sesuatu yang veteran Perang Dunia II mungkin tidak terlalu senang! Tampaknya waktu dapat mengubah definisi bahasa kita dengan cara yang sehat dan tidak sehat. Istilah “teroris” adalah istilah yang sangat bermuatan politis yang seharusnya hanya digunakan dalam situasi yang paling serius. Para pengunjuk rasa, kritikus, dan antagonis sosial hanyalah bahwa — pengguna kebebasan berbicara, bukan teroris. Namun, ketika para demonstran seperti itu mengadvokasi pembunuhan terhadap petugas polisi, politisi, atau orang-orang yang tidak bersalah, gerakan mereka dapat dengan cepat didelegitimasi sebagaimana Martin Luther King Jr sering berkhotbah .– dan memang seharusnya begitu!
Mereka yang menjadi korban kekerasan biasanya menemukan diri mereka berada di sisi kanan sejarah, sedangkan mereka yang beralih ke hal itu secara prematur akan hampir selalu terlihat apa adanya. Pengganggu! Tapi, kita tidak hidup di dunia mimpi. Terkadang kekuatan dibutuhkan. Ketika kebebasan berbicara berubah menjadi pembunuhan yang ditargetkan atau pembunuhan massal, pemerintah dan individu memiliki tugas untuk diri mereka sendiri, warga negara mereka, dan sesama mereka untuk meningkatkan dan mengambil langkah-langkah untuk menghentikan kekerasan agar tidak tumbuh.
Dengan meningkatnya kontroversi seputar undang-undang seperti “Undang-Undang Patriot” dan “NDAA”, yang banyak pihak anggap melanggar hak amandemen ke-4 kami, kami terus-menerus mengalami pertempuran hipotetis antara kebebasan dan keamanan. Keduanya sama pentingnya. Banyak yang mengklaim bahwa mereka menginginkan kebebasan mutlak yang tidak diatur seperti dalam “Anarki”, sampai sebuah ledakan terjadi di luar rumah mereka, kemudian mereka meminta seorang polisi. Banyak yang mengklaim bahwa mereka tidak peduli seberapa banyak mereka diatur atau dimata-matai oleh pemerintah, selama mereka aman, sampai negara mereka mulai terlihat seperti negara polisi yang menindas seperti Korea Utara, maka mereka berteriak meminta protes! Dalam kedua kasus, sudah terlambat untuk pemulihan.
Seperti kebanyakan hal dalam hidup, jalan tengah biasanya jawabannya. Dalam kasus kontra-terorisme, ini tidak terkecuali. CIA, FBI, dan organisasi pengumpulan Intelijen Internasional lainnya tentu memiliki kegunaan yang mulia dalam masyarakat kita. Pria dan wanita yang bekerja di sana kebanyakan adalah orang-orang yang memiliki tujuan positif untuk melindungi bangsanya. Sebaliknya, banyak orang yang dicap sebagai “teroris” biasanya memiliki semacam alasan yang tidak sah untuk marah atau kesal pada beberapa ketidakadilan yang dirasakan. Namun kedua kelompok harus berdamai dengan fakta bahwa solusi sebenarnya untuk keadilan sosial tidak dengan taktik terorisme atau kontra-terorisme, tetapi dengan masyarakat luas.
Hanya ketika kita sebagai rakyat, dapat memperoleh informasi dalam pemilihan kita, mendidik diri kita sendiri tentang prinsip-prinsip hukum, mengambil tanggung jawab pribadi untuk komunitas dan keluarga kita, terorisme yang menindas dan metode kontra-terorisme yang menindas akan terus dibangun dalam kenyataan. Martin Luther King Jr menunjukkan kepada kita seperti apa pawai sejuta orang yang damai itu. Polisi berani dan perwira intelijen yang sering menggagalkan operasi dari Al-Shabaaz dan kelompok-kelompok kekerasan lainnya menunjukkan kita membela tanah air kita.
Ketika para pemrotes menggunakan perlawanan pasif dan menolak untuk menggunakan terorisme, mereka menang. Ketika unit anti-terorisme menggunakan metode yang dibenarkan untuk menghentikan terorisme aktif tanpa menyerang kebebasan berbicara atau kebebasan sipil, mereka menang. Seperti kebanyakan masalah dalam hidup, masalah dengan terorisme dan anti-terorisme tidak sederhana. Ini adalah masalah kompleks yang membutuhkan pemahaman dan mediasi yang mendalam antara kedua belah pihak.
Jika Anda membenci terorisme, menuduh semua orang bukanlah jawaban untuk menyelesaikannya.
Jika Anda membenci undang-undang atau penindasan yang tidak adil, menuduh setiap pegawai pemerintah melakukan korupsi juga bukan cara untuk menyelesaikannya.
Sebagian besar pemrotes adalah orang-orang yang sopan dengan keprihatinan yang sah. Sebagian besar pegawai pemerintah adalah orang-orang baik yang ingin melakukan pekerjaan dengan baik dan melindungi negara mereka. Masalahnya terletak pada para ekstremis di kedua sisi yang memusuhi perang antara rakyat dan pejabat pemerintah mereka, padahal pada kenyataannya, kita semua adalah bagian dari kapal yang sama! Jika rakyat gagal, pemerintah gagal. Jika pemerintah gagal, maka harus rakyat.
Mungkin suatu hari, pengunjuk rasa dan pejabat pemerintah dapat menemukan cinta yang sama untuk negara mereka masing-masing dengan menyadari kebenaran sederhana ini. Ini adalah satu-satunya cara yang benar untuk menghentikan terorisme, ekstremisme, dan totaliterisme.